Sebuah Renungan Hidup: Saat Aku Memutuskan Bunuh Diri dan Melompat dari Atap Gedung

10:10 PM
Catatan DAPP - Terkadang, hidup terasa amat berat untuk dijalani. Satu per satu masalah datang menghampiri hingga jiwa dan raga ini tak kuasa lagi untuk menghadapinya. Pikiranku kian buntu, tak bisa lagi diajak berpikir jernih untuk mencari solusi. Sedangkan waktu terus berlari mengejarku, menuntut pertanggungjawaban untuk setiap permasalahan yang harus kuselesaikan. Tapi apa daya, keberuntungan tak lagi berpihak padaku. Aku lelah, Tuhan. Aku ingin terbebas dari masalah-masalah ini sebelum aku perlahan menjadi gila.

Aku pun membulatkan tekad untuk meninggalkan saja dunia yang fana ini. Beban hidup yang kuhadapi sudah teramat berat dan tak tertanggungkan lagi. Namun aku tak mau menenggak racun serangga untuk membebaskan diri dari raga ini. Kudengar bisa membuat perut dilanda rasa sakit yang melilit. Aku juga tak ingin gantung diri. Membayangkan seisi apartemen ngeri melihat wajah matiku saja sudah membuatku enggan memikirkannya. Oh, ya, tentu saja aku masih punya empati meski berniat bunuh diri.


Biarlah bumi memelukku

Maka kuputuskan pergi ke atap apartemen. Melompat dari ketinggian rasanya paling masuk akal. Biarlah tubuh dan wajahku hancur dimakan aspal, yang penting orang tidak perlu melihat wajah yang mengerikan seperti jika aku memilih gantung diri. Mata melotot dan lidah menjulur keluar? Membayangkannya saja aku sudah mual. Maka aku melangkahkan kaki menuju lift. Aku menekan tombol untuk membawaku naik ke atas rooftop. Pemandangan di atas sana amat indah. Kau bisa melihat seisi kota dari atas sana. Jika aku harus mati, maka aku ingin pemandangan indah sebagai hal yang terakhir kulihat.

Tak butuh waktu lama, aku sudah berdiri di atas rooftop. Siang itu sepi. Tak ada seorangpun di sana selain aku. Perlahan, angin membelai wajahku dan menyibakkan rambutku. Aku melangkah menuju tepian, dan merasa heran karena tak ada rasa takut sama sekali saat aku memandang ke bawah. Aku bertanya-tanya seperti apa rasa sakit yang akan kurasakan nanti saat tubuhku berdebum keras menghantam aspal. Tapi aku yakin, rasa itu akan segera pergi, berganti dengan kedamaian dan ketenangan yang abadi. Maka akupun melompat.

Apa yang kulihat dari atas sini mengejutkanku

Ketika aku melompat, waktu seakan bergerak dalam mekanisme slow motion. Secara mengejutkan, aku bisa mengamati sepasang suami-istri tengah bertengkar di sebuah kamar di lantai sepuluh. Setahuku, keduanya adalah pasangan paling ramah sekaligus paling akur dan romantis di apartemen ini. Sungguh mengherankan melihat keduanya saling berteriak dan saling menyakiti hati satu sama lain.



Tak kusangka, pasangan paling romantis pun juga mengalami pertengkaran – kaskus

Turun satu level, aku melihat Peter tengah menangis di kamarnya di lantai sembilan. Aku tertegun. Peter adalah orang paling tabah yang pernah kukenal selama ini. Ia bahkan kerap menjadi penyemangat bagi orang lain yang sedang dilanda kesusahan. Sungguh mengherankan melihat dirinya terlihat rapuh dan menangis sendirian.



Peter yang tabah pun juga bisa menangis? Ada apa sebenarnya? – kaskus

Kejadian di lantai delapan amat mengejutkan bagi Ah Mei. Aku melihatnya memergoki tunangannya tengah bercinta dengan sahabat karibnya sendiri. Selama ini, kukira kejadian semacam ini hanya ada di layar kaca. Tapi kini aku melihatnya sendiri di kehidupan nyata, ada tunangan dan sahabat yang tega menusuk orang-orang seperti Ah Mei dari belakang.



Kasihan Ah Mei, lelaki itu memang tak tahu diuntung. Sahabatnya apalagi. Kok tega sih menjadi perebut calon suami orang? – kaskus

Sambil terus meluncur turun, kini aku merasa mendapat kekuatan super karena aku bisa melihat dengan jelas tulisan apa yang tertera di bungkus obat yang diminum Dan si penghuni lantai tujuh. Ia menenggak obat anti depresi. Dulu, obat semacam itu hanya diminum secara ilegal oleh para rockstar seperti Kurt Cobain dari Nirvana untuk teler. Kini aku melihat sendiri ada orang-orang biasa yang juga menenggaknya. Aku tahu Dan tidak suka teler. Minum alkohol pun tak pernah. Berarti jelas, ia mengalami depresi. Kenapa sih, seseorang bisa terkena depresi?



Dan minum obat anti depresi? – Apakah ia tengah depresi atau mencoba untuk teler? – kaskus

Saat tubuhku berada sejajar dengan lantai enam, aku melihat Heng si pengangguran tengah sibuk meneliti koran. Kulihat ia membeli tujuh koran setiap harinya untuk mencari lowongan pekerjaan. Nampaknya ia masih belum juga mendapatkannya sehingga masih terus melanjutkan rutinitasnya dengan koran-koran itu.



Kasihan Heng, meski selalu membeli 7 buah koran setiap hari untuk mencari lowongan, ia tak kunjung mendapatkannya – kaskus

Ketika aku melewati jendela kamar tuan Wong di lantai lima, aku terkejut karena ia tengah menjajal satu per satu pakaian dalam istrinya. Aku tak pernah menduga ia punya kelainan seperti itu. Apalagi, tuan Wong adalah salah satu orang terpandang di kota ini. Kira-kira, apa kata orang kalau mereka tahu tuan Wong punya kebiasaan mencobai pakaian dalam wanita?



Astaga, tuan Wong ternyata gemar bertingkah aneh dengan memakai pakaian istrinya! Apa kata warga kota jika mengetahui hal ini? – kaskus

Di lantai empat, aku kembali melihat pertengkaran. Jika di lantai sepuluh tadi aku melihat sepasang suami istri, maka kini aku melihat Rose dengan kekasihnya. Mereka terlihat saling membenci satu sama lain sehingga banyak makian terlontar dari keduanya. Aku tak tahu apakah ini akhir dari hubungan mereka. Sayang sebetulnya, karena aku selalu berharap mereka akan menikah.



Rose bertengkar dengan kekasihnya. Kuharap ini bukan akhir hubungan mereka – kaskus

Aku semakin mendekati bumi ketika melihat pak tua penghuni lantai tiga tengah termenung sendirian. Kurasa, ia menanti ada seseorang mengetuk pintu kamarnya dan mengajaknya berbincang-bincang. Sudah lama aku mengetahui kalau ia tinggal sendirian dan tak punya sanak saudara di kota ini. Apa rasanya ya menua sendirian dan tidak punya teman untuk berbagi cerita?



Ah, Pak Tua pasti kesepian tanpa sanak saudara bersamanya di hari tua…. – kaskus

Makin dekat ke bumi, aku melihat orang terakhir yang mungkin akan kulihat sebelum mati. Aku melihat Lily sedang memandangi foto suaminya yang sudah meninggal 6 bulan lalu. Aku hadir ke pemakaman suaminya itu, dan aku masih ingat betapa Lily menangis tersedu-sedu seolah tak kuasa melanjutkan hidup tanpa suaminya.



Lily masih saja menatap foto suaminya yang meninggal 6 bulan lalu. Pasti berat rasanya ditinggal orang tercinta… – kaskus

Sebentar lagi tubuhku akan hancur lebur dipeluk aspal. Tapi ada pikiran-pikiran yang terus mengganjal di kepalaku. Sebelum melompat, kukira akulah orang paling malang di dunia ini. Akulah orang yang mempunyai beban paling berat di dunia ini. Hingga akhirnya aku sadar, setiap orang punya masalahnya sendiri. Setiap orang hidup dengan kekhawatirannya sendiri.



Ternyata bukan cuma aku yang mendapat cobaan berat dalam hidup. Lantas kenapa aku harus memilih mati sebagai solusi? – kaskus

Melihat apa yang terjadi pada orang-orang yang kutemui secara tak sengaja dari lantai sepuluh hingga lantai dua, aku sadar bahwa keadaanku mungkin tak sepenuhnya buruk. Dan kini, setelah tubuhku tergeletak tak berdaya di aspal, orang-orang tersebut melongok ke bawah dan melihatku. Kurasa, saat melihatku mati seperti ini, mereka lantas berpikir bahwa masalah yang tengah mereka rasakan tidak seberat yang kurasakan.



Mereka yang kulihat bermasalah tadi sekarang melihatku dari atas sana. Semoga mereka sadar, ada orang-orang lain juga yang menderita sepertiku, sehingga mereka bisa lebih bersyukur dengan keadaan mereka – kaskus

Namun seperti itulah hidup. Kita sering merasa menjadi orang yang paling tidak beruntung di dunia dan iri dengan kehidupan orang lain yang kita anggap sempurna. Padahal, orang lain juga beranggapan demikian dan merasa hidup kita lebih baik dari mereka. Dari sini kita belajar bahwa tak ada orang yang sungguh-sungguh mendapat cobaan berat dalam hidupnya, karena Tuhan pasti hanya memberikan cobaan yang mampu ditanggungnya.



Kuharap, hanya aku saja yang menyesal telah mengakhiri hidup. Jalanilah hidupmu penuh rasa syukur agar tak menyesal di kemudian hari. Percayalah bahwa setiap orang punya masalah masing-masing yang pasti ada jalan keluarnya – kaskus

Adalah pilihan kita, untuk melanjutkan hidup dengan gagah berani atau menjadi cengeng dan terus beranggapan Tuhan tidak adil. Bersyukurlah selalu pada apa yang kau miliki saat ini, karena bisa jadi ada orang lain di luar sana yang amat menginginkan berada pada posisimu.
(source: https://www.inovasee.com/saat-aku-memutuskan-bunuh-diri-melompat-dari-atap-28592/)
Sebuah Renungan Hidup: Saat Aku Memutuskan Bunuh Diri dan Melompat dari Atap Gedung Sebuah Renungan Hidup: Saat Aku Memutuskan Bunuh Diri dan Melompat dari Atap Gedung Reviewed by Diyah Ayu P Putri on 10:10 PM Rating: 5
Powered by Blogger.