Kisah Cinta Romantis Ibu Fatmawati Dan Bung Karno

Ini adalah kisah asmara antara Bung Karno dan istrinya, Fatmawati, yang tidak pernah ditulis dalam buku pelajaran, tidak pernah dibicarakan ibu-ibu perumahan, apalagi jadi bahan obrolan bapak-bapak ojek pangkalan. Ini, adalah kisah paling romantis yang menjadikan drama Korea tidak ada artinya.

Hasil gambar untuk kisah cinta fatmawati dan soekarno


Cinta pada pandangan pertama

Fatmawati pertama kali bertemu Soekarno pada tahun 1938. Saat itu, Fat, begitu perempuan kuning langsat itu biasa dipanggil, bersama orang tuanya, Hassan Din dan Siti Chadijah, berkunjung ke rumah pengasingan Bung Karno di Anggut, Bengkulu.

Sukarno langsung jatuh cinta pada pandangan pertama ketika melihat Fatmawati yang saat itu mengenakan baju kurung merah hati dan kerudung kuning dengan hiasan bordir. Di matanya, Fat terlihat cantik sekai.

Fatmawati yang seumuran dengan Ratna Djuami, anak angkat Sukarno, berencana melanjutkan sekolah di RK Volkshool, Bengkulu. Karena alasan itu, Hassan Din pun menitipkan putrinya itu ke Sukarno. Maka, sejak itulah Fatmawati tinggal sekamar dengan Ratna.

Oleh Sukarno, Fatmawati diperlakukan sama seperti Ratna. Keduanya dibelikan sepeda oleh Sukarno agar bisa bersama-sama ke sekolah, begitu juga dengan kebutuhan hidup lainnya. Seiring watku, Fatmawati semakin akrab dengan keluarga barunya itu, terlebih dengan sosok Bung Karno.
Curhat Fatmawati yang berujung pernyataan cinta

Hingga suatu hari, Fatmawati mendapat kabar bahwa ada seorang pria yang ingin melamarnya. Hassan Din pun kemudian menyarankannya agar meminta pendapat Sukarno, karena kebetulan dia akrab dengan orang tua pria itu, yang ternyata merupakan Wedana (pembantu Bupati) Bengkulu.

“Pak, Fat ingin minta pendapat Bapak serta pandangan Bapak tentang seorang pemuda yang ingin meminangku. Bagaimanakah sifat dan tingkah laku pemuda itu sehari-hari?” kata Fat yang juga ditulis dalam buku Fatmawati, ‘Catatan Kecil Bersama Bung Karno’.


Mendengar pertanyaan itu, Sukarno lantas terdiam. Dia menundukkan kepala selama beberapa menit. Fatmawati yang bingung melihat reaksi itu, kemudian memberanikan diri bertanya, “apakah Bapak sedang sakit?”

Sukarno lalu mengangkat kepala, matanya berkaca-kaca.

“Begini, Fat. Sebenarnya aku sudah jatuh cinta padamu sejak pertama aku bertemu denganmu, waktu kau pertama kali ke rumahku dahulu pertama kali. Saat itu kau terlau muda untuk menerima pernyataan cintaku. Oleh sebab itu aku tidak mau mengutarakannya. Nah, baru sekarang inilah aku menyatakan cinta padamu, Fat.”


Sukarno diam lagi, kemudian bertanya, “Apakah kau cinta padaku?”
Tentu saja, Fatmawati sangat terkejut mendengar hal itu. Niatnya yang hanya ingin curhat, kok malah ditembak dengan pernyataan cinta. Maka, dengan penuh keheranan, dia menjawab, “Bagaimana Bapak cinta pada Fat? Bukankah Bapak mempunyai anak dan istri?”

Sukarno kemudian bercerita, selama 18 tahun menikah dengan Inggit Garnasih (istri kedua), mereka tidak dikaruniai satu anak pun. Bahkan jauh sebelum itu, dia menceraikan Siti Oetari, istri pertamanya, dalam keadaan masih suci. Dia benar-benar jengah selalu saja ditanya ibunya mau kapan diberi cucu.

Terlepas dari itu, sebenarnya Fatmawati juga mencintai Soekarno, namun dia tidak mau dipoligami. “Aku baru akan menerima cinta Bapak apabila Bapak bercerai baik-baik dengan Ibu Inggit. Aku tidak bisa menerima poligami. Aku tidak mau dimadu!”
Inggit pun ternyata setai tiga uang, dia memilih bercerai ketimbang dimadu. Maka, akhirnya, Sukarno mengembalikan istri keduanya itu ke rumah orangtuanya di Bandung agar bisa menikahi Fatmawati.

Puisi untuk Fat

Perasaan cinta Sukarno pada Fatmawati memang begitu besar. Salah satunya buktinya, diwujudkan dalam bentuk puisi romantis yang pernah dia sertakan dalam surat cintanya.


Fatma yang menyinarkan cahaya, terangi selalu jalan jiwaku supaya sampai di bahagia raja
Dalam surganya cinta kasihmu, dari ribuan dara di dunia, kumuliakan engkau sebagai dewiku
Kupuja dengan nyanyian mulia, kembang dan setanggi dupa hatiku, engkau menjadi terang di mataku,
Engkau yang akan memungkinkan aku, melanjutkan perjuanganku yang mahadahsyat


Pada 1943, Soekarno kembali ke Jakarta setelah masa pembuangannya di Bengkulu berakhir. Terhalang jarak, rasa rindunya pada Fatmawati semakin besar saja. Tapi sayang, dia belum bisa menemui Fat karena saat itu pergerakan Nasional sedang panas-panasnya.

Hingga pada Juni 1943, Soekarno memutuskan untuk segera menikahi Fatmawati. Tapi bagaimana mungkin? Soekarno di Jakarta, sementara Fatmawati di Bengkulu. Akhirnya, diputuskan bahwa akad nikah dilakukan secara perwakilan. Setelah memungkinkan, barulah Fatmawati dibawa ke Jakarta.

Menurut hukum agama, perkawinan bisa dilangsungkan asalkan ada pengantin wanita dan wakil mempelai laki-laki. Maka, Sukarno langsung mengirim telegram kepada seorang teman akrabnya di Bengkulu, Opseter Sardjono.

Soekarno meminta Opseter Sardjono menjadi wakilnya. Mendapat persetujuan orang tua Fatmawati, mereka (Opseter Sardjono dan Fatmawati) kemudian menghadap penghulu. Dan setelah prosesi akad nikah itu selesai, maka, Soekarno dan Fatmawati pun resmi menjadi sepasang suami istri yang sah.



resource :https://www.inovasee.com/kisah-cinta-bung-karno-dan-fatmawati-30109/
Kisah Cinta Romantis Ibu Fatmawati Dan Bung Karno Kisah Cinta Romantis Ibu Fatmawati Dan Bung Karno Reviewed by Diyah Ayu P Putri on 11:34 PM Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.